Friday, March 25, 2016

CUPET

Menjadi pembaca dari sebuah tulisan media sosial atau media lainnya membutuhkan nalar. Nalar berpikir dan mencermati rangkaian kalimat agar tak salah menafsirkan. Membaca secara kontinyu dan bersinambungan. Dari paragraf atas sampai terakhir.

Terkadang seorang penulis menyisipkan beberapa kalimat penegasan dalam bentuk non formal. Tak mesti berbentuk penyataan panjang.Sama halnya dengan bahasa. Dalam komunikasi dua arah bahasa lisan tak mutlak jadi penyambung untuk mengerti. Ada bahasa tubuh yang biasa terpakai dan jelas kita mengerti artinya. Mengangguk dan menggeleng dan masih banyak contoh lainnya.

Bahasa tubuh terkadang menyiratkan sebuah kesenangan atau ketidaksenangan akan sesuatua hal. Minusnya ada orang yang tak mampu membaca bahasa tubuh seseorang.Hasilnya terjadi miss comunication.

Dalam interaksi media,penulis dengan pembaca pun terkadang timbul persepsi ganda.Sebuah  tulisan menuai kritik jikalau ada hal yang tak sesuai pemahaman pembaca. Penulis perlu menanggapi dengan kepala dingin setiap kritik. Toh penulis menulisnya dengan sudut pandang/angle sendiri,melihat dari kaca mata kepenulisannya.Itulah dinamikanya. Tak setuju ya sah-saja.Bukankah kita memang berbeda. Hidup dalam perbedaan.

Tak perlu ada penekanan pendapat dalam sebuah perbedaan yang berlandaskan pada opini berbeda.Apalagi kalau membahas tentang pemaknaan teks kalimat.Bisa jadi benar atau keliru. Hanya penulis yang paling mengetahui arahnya kemana. orang malang melintang dalam dunia kepenulisan pun dapat meraba dan mungkin menerka arah yang dimaksudkan sang penulis. Untuk itu belajar menjadi penulis dan pembaca sebaiknya tidak cupet...!

No comments:

Post a Comment