Thursday, June 26, 2014

Ramadhan,teman kecil dan seks bebas


Setiap memasuki bulan ramadhan akan selalu ada nuansa kebahagian dalam menyambutnya.Bulan ramadhan sangat berarti dalam kehidupan seorang muslim. Mengapa bulan ini sangat berharga dan istemewanya ketimbang bulan-bulan lain ?.Bulan ramadhan adalah bulan yang penuh rahmat dan ampunan bagi muslim yang benar-benar ingin mendapatkannya.Bulan penghapus segala dosa yang telah kita perbuat di masa lalu.Bulan yang setiap amalan kita dihargai begitu berlipat ganda dari sang maha pencipta.
Kesan-kesan Ramdhan dari sejak kecil sebagian masih teringat.Berbagai aneka kegiatan dan moment penting itu selalu mencuat kembali untuk selalu di kenang sebgai sesuatu yang spesial yang mesti di jadikan barang berharga dalam hidup yang cuma sekali ini. Ayam kampung yang selalu menjadi panganan wajib dalam setiap malam dan sahur pertama menjadi begitu enak.Di opor atau di goreng tak ada bedanya dalam hal cita rasa. Ditambah dengan berkumpulnya semua anggota keluarga menjadi bumbu yang tak kalah lezatnya dalam memberi rasa dalam kehidupan.
Malam tarwih pertama pun tak kalah menarik untuk diceritakan,begitu masjid penuh sampai tak bisa menampung para jamaahnya.Berlaku sampai dua atau tiga hari ke depan. Sampai sering terlontar  ide untuk menambah luasnya masjid kampung kami itu.Namun itu pun Cuma sebatas paparan konsep tak pernah terealisasi mengingat banyaknya lagi saran bahwa hanya masjid begitu membludak jamaahnya waktu tertentu saja.Benar,setelah lewat tiga atau memasuki malam ke lima maka jamaanya telah jauh berkurang.Kondidi fenomenal di masjidku dulu.
Hanya kami para anak-anak yang sering membuat masjid begitu gaduh setiap malam dengan berbagai kegiatan konyol yang tak patut di contoh.Ketika semua jamaah sedang sujud maka kami tak ikut sujud malahan saling menegakkan kepala .Hasilnya ketawa tertahan pun timbul ketika melihat teman-teman yang lain di sudut, di tengah dan di pinggir saling tunjuk.Memaang suatu pemandangan yang mempesona ketika semua jamaah bersamaan sujud.Ketika jamaah bangkit dari sujud barulah kami yang sujud seolah-olah serius dalam mengerjakan sholat.Hal lain yang sering membuat kami kena damprat adalah ketika kami yang di belakang saling sikut-sikutan dan dorong mendorong kemudian di akhiri dengan ketawa. Tak heran ketika kami pernah di kejar dan di usir dari panitia masjid pada suatu malam.Namun hal ini tak pernah membuat kami jera malahan melakukannya berkesinambungan sampai-sampai panitia masjid pun capek dan berhenti sendirinya menguber-uber kami.
Beranjak pertambahan usia ke dewasa,moment ramadhan pun tetap memberikan nilai yang selalu mewarnai sisi kehidupan religi kami.Kalau dulunya Ramadhan ramai dengan teman-teman kecil kini kehadiran mereka mulai tiada.Kedewasaan telah membawa mereka mencari nafkah ke berbagai tempat.Kampung telah di tinggalkan.Malam di awal ramadhan ini tak pernah lagi saya dengar teman-teman remaja masjid dulu yang rajin membangunkan setiap keluarga dengan berbagai bunyi-bunyian dari periuk dan botol serta kaleng-kaleng bekas.Disertai dengan teriakan SAHUR bersahut-sahutan.Itu terjadi setiap malam selama ramadhan dan ini juga  yang menjadi  suatu kehilangan dalam menjalani ramadhan tahun akhir-akhir ini.
Teman-teman yang tak punya kesempatan untuk kuliah dan bernasib menjadi seorang pegawai negeri,meraka kebanyakan telah merantau mencari penghidupan yang layak.Meerka telah terpencar ke berbagai daerah di Kalimantan dan Papua.Ketiaka ada yang menyempatkan pulang kampung saya tak melihat pola pikir yang matang dari mereka.Visi misi mereka sepertinya menganggap hidup ini sekedar hidup yang tak perlu menyiapkan sesuatu kelak yang mesti sangat berharga di kemudian hari. Terbukti dari dialog yang sempat kami lakukan ketika bersua dengan mereka.Uang yang mereka dapatkan sepertinya tak berarti banyak demi kelangsungan hidupnya dengan kata lain uang yang di dapatkannya itu dipakai berfoya-foya tampa ada pemikiran untuk menabungnya demi membangun suatu mahligai rumah tangga atau sekedar mengirimkannya ke kampung membantu keuangan keluarganya misalnya.
Dari penuturan mereka juga menggambarkan bahwa pergaulan hidup pun di tanah rantau tak kalah seramya dengan pergaulan di ibu kota-kota besar lainnya.Seks bebas dan peredaran narkoba pun merebak.Cuma frekwensi seks bebas dan judi lebih tinggi dibanding narkoba.Bukan rahasia umum ketika tempat pelacuran adalah sesuatu yang lumrah menyediakan jasa servis bagi para pekerja yang kebanyakan adalah usia produktif dan lelaki yang jauh dari istrinya.Tak heran ketika sudah gajian kerja maka tempat prostitusi adalah sesuatu yang wajib di jambangi saat itu juga.
Memang ketika beberapa teman memutuskan untuk tak melanjutkan sekolah dan memceritakan pengalaman rantau mereka ,saya biasa tergiur dan tergoda dengan apa yang mereka ceritakan.Terutama beberapa di antara mereka yang pengalaman pertamanya berhubungan badan dengan para pekerja seks komersial ini.bercumbu dengan para wanita-wanita yang berlatar belakang suku bangsa yang berbeda.Bagaimana tentang rasa dan servis dari  wanita suku-suku tertentu yang memang telah terkenal di bidang ini.Seks bagi kami saat itu ketika di ceritakan membuat kami ikut tergoda.Akan tetapi resiko dan segala beban pertanggungan di tanah rantau serta berbagai masukan saran dari orang tua yang telah kenyang dalam dunia perantuan membuat kami berpikir kembali.Saya mengambil kesimpulan bahwa yang diceritakan teman-teman itu hanyalah dari segi baiknya menurut mereka.Terbukti ketika mereka kembali tak ada yang bisa di harapkan selain kebiasaan jelek mereka di sana,bahkan nada penyesalan kerap muncul ketika saat mereka jaya dalam bekerja tak memamfaatkan uang mereka dengan investasi membeli tanah atau membangun rumah minimal di kampung halaman.
Tak mengherankan memang ketika penyebaran penyakit menular seksual pun meningkat terutama di kantong-kantong daerah yang sedang membangun sarana dan prasarana fisik yang pendukungnya adalah para tenaga kerja yang mayoritas laki-laki.Itulah ekses dari suatu pembangunan,mau di apa juga dalam tataran hidup, kebutuhan biologis manusia adalah sesuatu yang manusiawi.Persoalannya jika kebutuhan tersebut tak tersalurkan pada tempatnya inilah yang menimbulkan penyakit fisik dan penyakit sosial.
Mungkin dari sekian teman kecilku dulu telah banyak yang mengidap penyakit ini,sampai-sampai telah melupakan kampung halamannya dan idealismenya dalam membangun sebuah rumah tangga yang sakinah mawaddah dan warahmah.Sekelumit curhatan dalam mengenang mereka di masa kecil dalam moment ramadhan ini. 




Sunday, June 22, 2014

Dengen-Dengen dusun di kaki bukit Marenong

Tanah yang masih becek di guyur hujan deras tak menyurutkan langkah kaki ini menuju target selanjutnya.Masih dengan rekan yang sama motor pun melaju ke sebelah barat ke sebuah dusun terpencil di kaki bukit.Membelah jalanan berlumpur tak menyiutkan nyali untuk bisa menaklukkan sasaran berikutnya.Beberapa kali motor harus terpeleset seakan sudah menjadi hal yang lumrah.Medan yang telah kami tempuh memang susana jalannya hampir sama.Tak ada yang mulus dan disinilah memang seninya dan tantangannya.Ban berputar-putar tanda tak mampu mendaki mengisyaratkan untuk ganti ban biasa menjadi ban pacul jika masih ingin terus berpetualang di jalan berlumpur dan berbatu.
Setelah bergulat dengan beberapa tanjakan berlumpur dan berbatu sampailah kami di dusun Landangnge dusun pembuka sebelum sampai di dusun tujuan.Kondisi jalanan di dusun ini semakin parah.Jika pada perjalanan sebelumnya biasanya motor dituntun sembari memasukkan gigi 1 untuk memudahkan mendaki maka disini berbeda.Motor tak bisa bergerak naik walaupun sudah dibantu dengan dorongan namun masih terus berputar-putar.Kondisi jalanan mendaki dan berfungsi sekaligus saluran air menjadikan jalanan ini semakin sulit dilalui.Dengan susah payah dan berkeringat di sore yang dingin itu motor itu pun berhasil mendaki walaupun ban belakang memble ke kiri dan ke kanan.Cukup menguras tenaga.Beberapa tantangan dilalui.Bertanya pada warga kampung untuk memastikan seberapa jauh lagi perjalanan kami.Butuh waktu setengah jam untuk sampai kesana.
Tantangan selanjutnya adalah penurunan berliku.Bersyukur karna jalan sudah dilebarkan.Beberapa kali hampir terjatuh karna penurunannya teramat curam dan batu jalanan masih licin.Menjelang magrib kami pun mendapati rumah pertama sebelum masjid di dusun itu.Untuk sampai Rumah yang kami tuju yakni anaknya kepala dusun itu harus melewati sungai kecil dan dangkal.Maka jadilah sungai ini jadi tempat cuci motor yang berlepotan lumpur seluruh bodi dan bannya.Jadilah kami bermalam sesuai dengan niat kami semula.Terasa sangat dingin.Wajar dusun ini di kelilingi pegunungan.Tak salah ini menjadi markas para gerombolan yang kita kenal dengan DII-TII dulu dibawah pimpinan Kahar Mudzakkar.
menurut cerita kepala dusun yang datang malam itu dusun ini menjadi tempat gerombolan dan penduduk dari wilayah pangkep yang mengungsi karena takut dengan pendudukan Belanda kala itu.Tak heran jika penduduk dusun ini memiliki kerabat di daerah Segeri dan sekitarnya di kabupaten Pangkep.Antara Kabupaten Barru dengan Pangkep ini hanya dipisahkan oleh pegunungan.Kebanyakan para warga ini berbelanja dan menjual hasil buminya di kabupaten Pangkep.Gula merah merupakan komoditas yang sering di jual ke daerah Pangkep. Akses jalan yang hanya bisa dilalui oleh sepeda motor tak mengurungkan niat para warga dusun ini untuk memenuhi kebutuhannya di Segeri Pangkep.Jarak yang dekat bila dibandingkan ke pekkae atau ke barru kota menjadi pertimbangan utama.Terlintas pikiran untuk melanjutkan perjalanan keliling menembus Pangkep terus ke Mangguliling tempat mandi-mandi yang kemudian terkenal.Sungai yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit ini kemudian diserbu oleh masyarakat bahkan ada yang dari luar Sulawesi.Menurut warga air sungai ini mengandung belerang dan sekaligus ada unsur-unsur magis yang mengikutinya.Ini menjadi berkah bagi penduduk sekitarnya.Menurut pak kepala dusun Santuo harga-harga dan tarif disana menjadi berlipat-lipat harganya.Para tukang ojek pun berdatangan dari berbagai daerah untuk mengais rezeki di tempat ini. Tak heran jika beberapa warga dusun Dengen-dengen ini kemudian menjadi tukang ojek dadakan.
Hawa terasa menusuk ketika harus memutuskan menyudahi obrolan ringan malam itu.Hujan cukup deras di malam itu menambah rasa khawatir untuk bisa pulang besoknya.Pastinya jalanan akan teramat licin.Namun biarlah apa boleh buat ini adalah konsekuensi dari sebuah perjalanan.Makin besar tantangan yang dihadapi akan membuat kita semakin penasaran.

Terasa segar ketika memutuskan mandi di pagi hari itu sebelum ke sekolah dasar terpencil yang ada di tempat ini.Lokasi sekolah yang berada di sedikit ketinggian agak jelas terlihat dari rumah kami menginap.Untuk membuktikan bahwa kami telah sampai di tempat ini maka foto-foto adalah hal wajib dilakukan.Sekolah saat itu sepi karena memang proses ulangan semester telah berlalu,hanya ada beberapa siswa dan dua guru yang datang pagi itu.Mengobrol sejenak kemudian memutuskan pulang dan motor pun melaju di atas jalanan dusun becek berlumpur.Sepertinya yang kami khawatirkan jalanan pun lebih licin.
Untuk pergi dan pulang dari dusun ini sama susahnya jika musim hujan.namun jika kemarau agak mendingan karna jalan tak licin.Sangat wajar rekan-rekan seprofesi guru SD di dusun ini mendapatkan tunjangan terpencil sebesar gaji pokok.Lanjutkan perjuangannya mendidik generasi walau berada di balik pegunungan yang tak terekspos.Kiranya muncul generasi cerdas dari dusun terpencil ini  yang kelak akan mengubah wajah dusun ini menjadi lebih baik dari sekarang.Dari kaki bukit Marenong secuil kisah perjalanan ini saya coba rangkai dalam sebuah tulisan sederhana.

Tuesday, June 17, 2014

Menguji nyali di tapal Gattareng-Panggalungan


Inilah sekian babak perjalanan kami yang entah kapan akan berakhir.Jiwa petualang yang kental tak akan surut hanya dengan kondisi alam yang tak bersahabat.Iya seperti itulah penggambaran kali ini.Mencoba rute ekstrem,rute yang mungkin hanya dilalui satu atau dua orang saja dalam satu bulan.Rute dari desa Gattareng sebuah desa di kaki bukit melintas hutan tropis menuju dusun Panggalungan desa Bulo-Bulo Pujananting. Bermodal sebuah sepeda motor bebek sporty biasa tampa modifikasi ala motor adventur menjajaki tapal batas itu.Jalan pengerasan ketika meninggalkan Gattareng setelah jumatan masih terasa menyenangkan.Pemandangan kiri adalah perbukitan dengan aneka kebun warga.Sebelah kanan persawahan yang sementara dipanen kala itu.


Beberapa motor kami jumpai dari sawah mengangkut hasil panen.Sekitar 1 kilometer medan jalan mulai tak rata dengan banyaknya batu-batu sebesar kepala bayi yang tak beraturan.Harus ekstra hati-hati dalam memilih jalan,sedikit saja ban depan tergelincir maka kami akan terjatuh.
Selepas medan jalan berbatu adalah jalanan tanah yang berlumpur cukup membuat motor kerepotan untuk melaluinya.Apalagi kemudian turunan berliku membuat teman fotografer yang saya bonceng harus berpegangan erat menghindari jatuh.Sampai kemudian dia menyerah minta turun pada jalanan becek turunan berliku tajam.Hanya kicau burung dan bebatuan jadi saksi ketika dua orang tengah bergelut demi menumpahkan rasa penasaran menjelajahi setiap pelosok terpencil yang belum terlalu terekspos.Perjuangan belum berakhir ketika menapaki jalan yang sama sekali berlumpur dengan bebatuan padat.Tak ada tapak ban sama sekali kalau pemotor lain telah sampai di tempat itu dalam tenggang waktu akhir-akhir ini.Yang ada hanyalah tapak-tapak kaki sapi berseliweran.Beberapa kali ban depan motor tergelincir dan ban belakang hanya terus berputar-putar menyemprotkan lumpur ke udara tampa bisa bergerak maju.Akhirnya pemilik motor pun bergantian melayani si motor dengan menuntun dan mengangkatnya agar lepas dari jeratan lumpur.

Sempat ragu untuk meneruskan perjalanan dengan kondisi jalan apalagi ditambah di kejauhan suara gemuruh dan desiran air menandakan seperti ada sungai.Khawatir sungai tak bisa kami lalui maka perjalanan akan tamat dan pastinya harus balik kanan lagi dan itu artinya misi kali ini gagal.Ternyata setelah cek dan ricek maka desiran dan gemuruh air itu adalah air terjun yang bertingkat-tingkat mirip air terjun Kelo yang ada di dusun Lempang Gattareng.Namun yang di kelo lebih besar dan lebih banyak tingkatannya.Ditempat inilah kami rehat merenggangkan otot yang kelelahan berkutat di jalanan berbatu berlumpur. Suasana dan pemandangan tampak sejuk.Terasa asri berada di tengah pepohonan rimbun dengan suara gemuruh dan percik air mengalir dari bebatuan.Gemericik air mengalir menyusuri sela batuan besar kemudian mengalir merdu membuat aliran sungai kecil membelah jalanan.Mengabadikan moment ini sebagai bukti dan tanda mata untuk dikenang. Motor pun harus dibersihkan,semua bagian telah berlepotan lumpur terutama ban.Merasa cukup,perjalanan pun berlanjut.Kondisi jalan belum berubah.3 kilometer dilalui menjumpai jalanan tanah yang semuanya berlumpur dan tak ada pilihan lain maka motor pun harus terbenam untuk kesekian kalinya.Maka pengemudinya kembali dengan sekuat tenaga menuntunnya.Boncengan saya harus beberapa kali naik turun dan harus berjalan beberapa puluh meter.Pasalnya jalanan berlumpur ini tak ada habisnya.Tenaga terasa terkuras,perut mulai keroncongan.Mulai mencari kios penjual barang campuran ketika memasuki suatu kampung kecil yang rumahnya hanya tak seberapa itu.Tak salah namanya Buccu api atau benteng apie,entahlah aku melupakannya. Tak ada kios berarti tak ada makan siang menjelang sore menu mie siram.Ha..ha..ha.Masih sempat tertawa,ya sekarang tertawa tapi coba kawan bayangkan waktu itu,sampai lemasnya saya sampai harus membaringkan diri direrumputan dengan pakaian penuh noda lumpur.Dan indomie siram menjadi barang langka di kampung ini.Badan terasa gemetar.Syukurlah semangat kembali bangkit ketika mendapat info jalanan di depan sudah mendingan.Seorang penduduk yang sempat kami tanyai,apalagi hujan tidak turun dari kemarin katanya. Maka motor pun menderu dengan si fotografer sibuk berpegang dengan kamera besar di pundaknya.Jalan tanah pun kami susuri walaupun beberapa bagian masih becek namun setidaknya si fotografer masih betah di tempat duduknya tampa minta turun lagi.Tampak di kejauhan seng sekolah SD Panggalungan yang berada di atas bukit menandakan kami sudah dekat. Untuk sampai ke dusun Panggalungan tinggal penurunan terus tapi jalanan berbatu kecil licin dan berliku membuat sulit menjaga keseimbangan motor.Fotografer minta turun tampaknya khawatir jatuh.Kalaupun jatuh tak apa-apa hitung-hitung ada bekasnya dari sebuah jejak berpetualang.

Beruntunglah kami memasuki dusun kecil panggalungan ini dengan selamat.Tiba di sebuah jembatan yang sungainya mengalir jernih dengan bebatuan kali yang besar menyempatkan narsis sejenak dari Canon kamera terbaru sang fotografer.Meluncur kembali menuju Bulo-bulo mencari makan.Alhamdulillah sebuah kios kecil di tepi jalan menjadi tempat rehat.Maka 2 bungkus mie goreng di pesan per orang.Nyatanya yang keluar adalah mie yang berkuah.Pastinya si penjualnya menyangka bahwa namanya mie goreng mesti dikasih kuah.Ha..ha.ha.Tak apalah karna tak butuh waktu lama untuk menghabiskannya dengan lahap.Apalagi penjualnya juga lugu amat,manis juga kalau diperhatikan.Menghabiskan 2 bungkus mie,sebotol minuman fanta,segelas kopi dan sepotong bakwan goreng kami pamit menuju kampung Allu.Menyempatkan sholat ashar di rumah siswa sebelum matahari tenggelam kami telah tiba di sekolah Smp 2 pujananting Jembulu.Perjalanan selama 7 jam menurut sang fotografer rute Jempulu-Punranga-Gattareng-Panggalungan-Bulo-Bulo-Allu-Mattiro deceng-Punranga-Jempulu.
Tunggu episode baru selanjutnya.
Next Dengen-Dengen di kaki bukit Marenong.

Sunday, June 1, 2014

Merdeka

Pekik kemerdekaan tak mesti di tengah lapangan formal yang dihadiri para pemangku jabatan.Pekik kemerdekaan pun bisa diteriakkan di tengah belantara.Semangat kemerdekaan tak harus luntur walaupun kita sepenuhnya belum merdeka.

Di belantara bulo-bulo di pegunungan bulu pao  kampungnya para tao balo,seremoni itu telah kulakukan.Atensi terhadap jasa para pahlawan yang telah mengorbankan segala jenis harta benda,fisik dan jiwa hanya untuk lepas dari belenggu rantai yang membelenggu kebebasan rakyat.

Semangat itu akan terus kami jaga,walaupun kami harus sering kecewa melihat kenyataan bahwa para pembesar negeri ini sering lalai mengurus rakyat yang sebenarnya tak seperti harapan founding father kita.Akan tetapi itu tak membuat kita harus pesimistis dengan kondisi sekarang.Perubahan akan terjadi jika nantinya seorang pemimpin terpilih mempunyai keberpihakan terhadap rakyat dan bukan kepada golongan kapitalis.

Meminjam istilahnya pak Anis Baswedan " turun tangan " maka seyognyanya kita masyarakat indonesia peduli akan bangsa ini.Dengan cara apa ? Tentunya tidak tinggal diam untuk menyerukan di pimpin oleh oleh seseorang pemimpin yang merakyat dan amanah tentunya.Banyak hal positif yang dapat kita lakukan dalam rembug turun tangan versi pak Anis Baswedan ini.Tergantung di ranah mana kita berkecimpung.Intinya bahwa jangan kita melakukan pembiaran dan kebodohan jika melihat potensi seseorang untuk memimpin  kemudian kita hanya tinggal diam dan tak mensosialisakannya.

Terlepas dari konteks pemilihan presiden yang lagi hangatnya ini,saya tak mau larut dalam euforia dua capres yang siap bertarung.Yang saya pinjam saja adalah istilahnya tadi Anis Baswedan yang jika saya cermati itu berlaku secara global.Bukan hanya menjelang pilpres namun untuk setiap perhelatan menduduki posisi vital yang muaranya kepada peningkatan kesejahteraan rakyat.

Kita butuh  sosok pemimpin yang mengayomi,bukan sosok yang mementingkan pencitraan semata.Sosok yang tahu kemajemukan bangsa.Pemimpin yang memperhatikan segala nasib rakyat jelata,Pns,Tni polri,buruh.Pengambilan keputusan yang berpihak pada rakyat bukan pada kepentingan asing kapitalis.

Cuma untuk itu semuanya harus bersambut.Rakyat juga harus punya andil untuk membuat diri mereka dapat hidup sejahtera.Jika masa sekarang adalah masa kelam yang dipenuhi oleh penyimpangan institusi kelembagaan,korupsi,amoral maka kita harus menyiapkan generasi emas.Tapi bukankah itu sudah coba kita lakukan dari dulu ? Itulah masalahnya.Maka pondasi penyiapan generasi emas bermula dari pendidikan keluarga sampai kepada pendidikan formal.Pembentukan karakter yang agamais.Kembali pada ajaran keagamaan kuncinya.Namun eksistensi keagamaan pun kembali dipertanyakan ketika oknum-oknum yang notabene adalah jebolan sekolah agama banyak tersangkut kasus korupsi dan asusila.

Kita ibaratkan sekarang berada pada lingkaran setan yang hanya terus berputar-putar tak dapat menemukan akar masalah dan memecahkannya.Itu kalau kita tetap memakai kerangka berpikir penegakan hukum yang abal-abal.Coba anda perhatikan ada lembaga yang bertekad membuat jera pelaku korupsi ternyata setelah berhasil memasukkan koruptor dalam bui.Muncul kritikan dan usaha pelemahan lembaga itu.Ada apa ini ?

Maka yang dibutuhkan sekarang adalah penegak hukum yang tak terkontaminasi dengan berbagai kepentingan.Menyiapkan generasi emas dengan pendidikan karakter,bermula dari perekrutan tenaga pendidik berkarakter dan sanksi amat keras terhadap pelaku pendidik yang tak mencerminkan sebagai karakter pendidik serta Perlindungan hukum yang kuat.

Olehnya itu mari kita turun tangan,apa pun profesi anda marilah kita mulai sekarang mengajak,membina,membimbing generasi dilingkungan kita untuk selalu dalam nilai kebaikan dengan terlebih dulu memberi contoh.

Wednesday, May 28, 2014

Coppo Tille destinasi para pendaki

Mendaki Coppo Tille untuk yang kesekian kalinya seakan tak ada kata bosannya. Gunung dengan lembah yang dipenuhi dengan hamparan rumput tebal dengan panorama alamnya seakan-akan selalu memanggil bagi yang bernaluri pencinta alam.Gunung ini merupakan gunung tertinggi yang ada di Kabupaten Barru.Coppo dalam bahasa Bugis berarti Puncak dan Tille adalah sebuah nama kampung yang berada dilembahnya.Berada pada ketinggian kurang lebih 843 meter dari permukaan laut.Terletak di perbatasan Kecamatan Tanete Riaja dengan kecamatan Pujananting.Medan yang harus ditempuh untuk sampai ke puncak ini terbilang menanjak.Rute untuk sampai ke puncak bisa melewati via kampung Lappa dare atau kampung Tille di sebelah selatan sisi gunung Coppo Tille. Namun kebanyakan pendaki biasanya untuk mendaki melalui jalur kampung Lappadare ini dan untuk pulangnya melewati jalur kampung Tille.Para pendaki yang ingin mencoba pengalaman lain ketika selesai menaklukkan gunung ini bisa meneruskan perjalanan ke Wae Lato. Sebuah destinasi air terjun yang berada pada bibir bukit dan persawahan.

Untuk perjalanan pendakian yang dimulai dari Lappa dare melalui kebun penduduk yang berada disebelah timur.Area ini langsung menanjak namun jalan setapak yang berkelok-kelok sedikit memudahkan pendaki.Kiri kanan jalan setapak ini ditumbuhi aneka pepohonan yang lazim dijumpai di daerah beriklim tropis.Selepas rute jalan setapak ini akan dijumpai persawahan penduduk yang bertingkat-tingkat.Untuk sampai ke areal persawahan ini sangat menanjak cukup membuat para pendaki kecapean dan memutuskan istirahat sejenak sebelum pendakian yang sebenarnya.Disini akan dijumpai mata air berupa sungai-sungai kecil yang berbatu yang tampaknya mulai mengering pengaruh panas di bulan Mei,kenyataan beberapa minggu ini hujan sudah tak turun lagi.Dipastikan untuk bulan ke depannya akan mengering dengan sendirinya.Untuk perjalanan sampai ke lembah Coppo tille dari tempat ini membutuhkan waktu tempuh sekitar 40 menit.Medannya agak sulit karena jalan yang dilalui merupakan hutan dan semak belukar yang terus mendaki.Tak akan ditemukan lagi daerah yang datar sebelum sampai di lembah.Kondisi jalan setapak yang lembab pengaruh lebatnya pepohonan dan semak belukar sering membuat terpeleset.Pendakian yang sangat menanjak ini membuat kami sering mengandalkan pada akar-akar pohon dan sulur sebagai pegangan. Harus beberapa kali singgah istirahat dengan napas ngos-ngosan sembari menenggak beberapa teguk air pengganti keringat yang telah membasahi sekujur tubuh.Untuk menghemat tenaga kami mengambil tongkat dari batang pohon yang ada di sekitar sebagai penopang.Perjalanan dipercepat demi mendapatkan moment sunseat di puncak 3 sebuah puncak gunung yang berimpitan dengan Coppo Tille.
 
 ( Lembah Coppo Tille )

Proses pendakian yang sedikit licin membuat sebagian teman-teman masih berada ditengah jalan terpisahkan oleh beberapa puluh meter di bawah.Akhirnya matahari pun tenggelam tampa sempat di abadikan dengan latar puncak 3 dan coppo Tille.Rasa capek kemudian menjadi sirna ketika tanjakan terakhir terlewati berganti dengan padang rumput yang lumayan empuk karena tebalnya.Kamimemutuskan untuk mendirikan tenda di sebuah hutan kecil di bawah lembahnya Coppo Tille ketimbang di lembahnya Puncak 3.Di lembahnya Coppo Tille ini ada mata air yang sedikit juga mulai mengering. Tempat ini menjadi favorit para pendaki selain ada mata airnya kemah juga aman dari terpaan anging kencang sebab dikelilingi oleh pepohonan.
( Puncak )
Malam harinya kami pun beranjak menuju puncak 3 untuk menikmati hawa malam dan pemandangan daerah Tanete Riaja sampai ke kota Barru.Nun jauh disana kerlap-kerlip lampu rumah penduduk dan lampu bagang dan kapal para nelayan di laut pesisir Barru dan Pangkep.Berbekal kopi kental dan bertemankan kabut sesekali angin berhembus dengan kencangnya.Asyik mengutak atik handphone dengan sinyal operator seluler yang Full.Cuaca di gunung yang kerap berubah-ubah membuat kami harus beranjak ketika bintang-bintang mulai menghilang alamat akan turun hujan.Perkiraan kami pun terbukti ketika malam itu turun hujan cukup lebat.HUjan itu pun yang menyudahi cerita teman-teman yang lagi asyik menghamparkan terpal di samping tenda.Dan cerita malam itu pun berakhir dengan dengkur ditengah hujan berimpit empat dalam satu tenda.


Esoknya perjalanan pun kembali dilanjutkan menuju Wae Lato setelah menyempatkan foto-foto di puncak.Rute yang ditempuh melalui sisi gunung puncak 3 sebelah utara.Penurunan disini tidak mudah karena semak belukar yang masih lebat akibat jarang dilalui selain pendaki dan harus melewati bibir jurang.Tak ayal tas kerel pun sering tersangkut.Harus ekstra hati-hati jika melewati rute ini,dibutuhkan konsentrasi ketika berjalan pada bibir jurang.Setelah melewati jalur ini kita akan menjumpai padang rumput yang cukup luas.Oleh penduduk dijadikan lokasi pemeliharaan sapi lepas.Akan kita temui sungai-sungai keci yang kemudian oleh penduduk dibuatkan penampungan.Beberapa pipa besi panjang terbentang dari sumber mata air yang sampai kepada perumahan penduduk.
Perubahan cuaca siang itu begitu drastis,tampak langit menghitam maka sasaran ke wae Lato terpaksa harus dibatalkan dan memutuskan langsung pulang dengan jalur Kampung Tille.Semak belukar dan pepohonan rimbun membuat teman yang pernah kesini lupa untuk jalur yang paling dekat.Keputusan pun di ambil daripada harus tersesat dan hujan yang tak lama lagi akan turun untuk mengikuti jalur pipa besi yang terpasang itu.Pastinya pipa besi ini akan sampai ke kampung. Ternya hal ini menimbulkan kesulitan baru karena kami harus merangkak dan menunduk dibawah pepohonan dan belukar yang mulai lebat.Tak jarang kami harus merintis jalan baru dengan menerabas menggunakan golok.Cukup lama dengan perjuangan ini,jalur yang semestinya telah di dapat.Jalan setapak itu telah menambah semangat kami ketika gerimis mulai turun.Tinggal penurunan terus untuk sampai di kampung Tille dan ketika kaki menginjakkan jalan desa tersebut hujan deras pun mengguyur kami.

( Lappa Launa nun disana )

Tuesday, May 27, 2014

COPPO TILLE DESTINASI PARA PENDAKI


Mendaki Coppo Tille untuk yang kesekian kalinya seakan tak ada kata bosannya. Gunung dengan lembah yang dipenuhi dengan hamparan rumput tebal dengan panorama alamnya seakan-akan selalu memanggil bagi yang bernaluri pencinta alam.Gunung ini merupakan gunung tertinggi yang ada di Kabupaten Barru.Coppo dalam bahasa Bugis berarti Puncak dan Tille adalah sebuah nama kampung yang berada dilembahnya.Berada pada ketinggian kurang lebih 843 meter dari permukaan laut.Terletak di perbatasan Kecamatan Tanete Riaja dengan kecamatan Pujananting.Medan yang harus ditempuh untuk sampai ke puncak ini terbilang menanjak.Rute untuk sampai ke puncak bisa melewati via kampung Lappa dare atau kampung Tille di sebelah selatan sisi gunung Coppo Tille. Namun kebanyakan pendaki biasanya untuk mendaki melalui jalur kampung Lappadare ini dan untuk pulangnya melewati jalur kampung Tille.Para pendaki yang ingin mencoba pengalaman lain ketika selesai menaklukkan gunung ini bisa meneruskan perjalanan ke Wae Lato. Sebuah destinasi air terjun yang berada pada bibir bukit dan persawahan.
Untuk perjalanan pendakian yang dimulai dari Lappa dare melalui kebun penduduk yang berada disebelah timur.Area ini langsung menanjak namun jalan setapak yang berkelok-kelok sedikit memudahkan pendaki.Kiri kanan jalan setapak ini ditumbuhi aneka pepohonan yang lazim dijumpai di daerah beriklim tropis.Selepas rute jalan setapak ini akan dijumpai persawahan penduduk yang bertingkat-tingkat.Untuk sampai ke areal persawahan ini sangat menanjak cukup membuat para pendaki kecapean dan memutuskan istirahat sejenak sebelum pendakian yang sebenarnya.Disini akan dijumpai mata air berupa sungai-sungai kecil yang berbatu yang tampaknya mulai mengering pengaruh panas di bulan Mei,kenyataan beberapa minggu ini hujan sudah tak turun lagi.Dipastikan untuk bulan ke depannya akan mengering dengan sendirinya.Untuk perjalanan sampai ke lembah Coppo tille dari tempat ini membutuhkan waktu tempuh sekitar 40 menit.Medannya agak sulit karena jalan yang dilalui merupakan hutan dan semak belukar yang terus mendaki.Tak akan ditemukan lagi daerah yang datar sebelum sampai di lembah.Kondisi jalan setapak yang lembab pengaruh lebatnya pepohonan dan semak belukar sering membuat terpeleset.Pendakian yang sangat menanjak ini membuat kami sering mengandalkan pada akar-akar pohon dan sulur sebagai pegangan. Harus beberapa kali singgah istirahat dengan napas ngos-ngosan sembari menenggak beberapa teguk air pengganti keringat yang telah membasahi sekujur tubuh.Untuk menghemat tenaga kami mengambil tongkat dari batang pohon yang ada di sekitar sebagai penopang.Perjalanan dipercepat demi mendapatkan moment sunseat di puncak 3 sebuah puncak gunung yang berimpitan dengan Coppo Tille.
Proses pendakian yang sedikit licin membuat sebagian teman-teman masih berada ditengah jalan terpisahkan oleh beberapa puluh meter di bawah.Akhirnya matahari pun tenggelam tampa sempat di abadikan dengan latar puncak 3 dan coppo Tille.Rasa capek kemudian menjadi sirna ketika tanjakan terakhir terlewati berganti dengan padang rumput yang lumayan empuk karena tebalnya.Kamimemutuskan untuk mendirikan tenda di sebuah hutan kecil di bawah lembahnya Coppo Tille ketimbang di lembahnya Puncak 3.Di lembahnya Coppo Tille ini ada mata air yang sedikit juga mulai mengering. Tempat ini menjadi favorit para pendaki selain ada mata airnya kemah juga aman dari terpaan anging kencang sebab dikelilingi oleh pepohonan.
Malam harinya kami pun beranjak menuju puncak 3 untuk menikmati hawa malam dan pemandangan daerah Tanete Riaja sampai ke kota Barru.Nun jauh disana kerlap-kerlip lampu rumah penduduk dan lampu bagang dan kapal para nelayan di laut pesisir Barru dan Pangkep.Berbekal kopi kental dan bertemankan kabut sesekali angin berhembus dengan kencangnya.Asyik mengutak atik handphone dengan sinyal operator seluler yang Full.Cuaca di gunung yang kerap berubah-ubah membuat kami harus beranjak ketika bintang-bintang mulai menghilang alamat akan turun hujan.Perkiraan kami pun terbukti ketika malam itu turun hujan cukup lebat.HUjan itu pun yang menyudahi cerita teman-teman yang lagi asyik menghamparkan terpal di samping tenda.Dan cerita malam itu pun berakhir dengan dengkur ditengah hujan berimpit empat dalam satu tenda.
Esoknya perjalanan pun kembali dilanjutkan menuju Wae Lato setelah menyempatkan foto-foto di puncak.Rute yang ditempuh melalui sisi gunung puncak 3 sebelah utara.Penurunan disini tidak mudah karena semak belukar yang masih lebat akibat jarang dilalui selain pendaki dan harus melewati bibir jurang.Tak ayal tas kerel pun sering tersangkut.Harus ekstra hati-hati jika melewati rute ini,dibutuhkan konsentrasi ketika berjalan pada bibir jurang.Setelah melewati jalur ini kita akan menjumpai padang rumput yang cukup luas.Oleh penduduk dijadikan lokasi pemeliharaan sapi lepas.Akan kita temui sungai-sungai keci yang kemudian oleh penduduk dibuatkan penampungan.Beberapa pipa besi panjang terbentang dari sumber mata air yang sampai kepada perumahan penduduk.
Perubahan cuaca siang itu begitu drastis,tampak langit menghitam maka sasaran ke wae Lato terpaksa harus dibatalkan dan memutuskan langsung pulang dengan jalur Kampung Tille.Semak belukar dan pepohonan rimbun membuat teman yang pernah kesini lupa untuk jalur yang paling dekat.Keputusan pun di ambil daripada harus tersesat dan hujan yang tak lama lagi akan turun untuk mengikuti jalur pipa besi yang terpasang itu.Pastinya pipa besi ini akan sampai ke kampung. Ternya hal ini menimbulkan kesulitan baru karena kami harus merangkak dan menunduk dibawah pepohonan dan belukar yang mulai lebat.Tak jarang kami harus merintis jalan baru dengan menerabas menggunakan golok.Cukup lama dengan perjuangan ini,jalur yang semestinya telah di dapat.Jalan setapak itu telah menambah semangat kami ketika gerimis mulai turun.Tinggal penurunan terus untuk sampai di kampung Tille dan ketika kaki menginjakkan jalan desa tersebut hujan deras pun mengguyur kami.