Thursday, February 2, 2012

Maroangin yang berkabut

Perjalanan kali ini sedikit berbeda dengan ekspedisi terdahulu yang harus jalan kaki.Sekarang tujuan kami ke suatu dusun di desa Lappatemmu Pujananting,Barru.Dengan berboncengan dengan guru yang sama pada petualangan sebelumnya.Motor jupiter Mx hitam pun kembali dicoba ketangguhannya menjajal daerah gunung.
Dalam perjalanan ini,kami harus diguyur hujan ketika memasuki dusun Labaka.Terpaksa bernaung di pos milik kehutanan yang ada.
Di dusun ini juga menetap beberapa orang balo atau kulit yang belang dan salah satu keunikan negeri ini.
Jalan berbatu yang masih dalam kondisi pengerasan membuat jalanan agak licin.Uniknya batu-batu yang dijadikan jalanan kebanyakan serpihan-serpihan batu krom.Maklum di pegunungan ini bertebaran batu krom yang belum di optimalkan.Masyarakat belum terlalu tahu akan nilai ekonomisnya dan cara memasarkannya juga.
Setelah hujan agak reda perjalanan berlanjut.Pada penduduk dusun ini bertanya tentang jalan dan arah ke Maroangin.Merasa yakin dengan petunjuknya dan menemukan simpang tiga belok kanan,Jupiter mx hitam menderu mendaki kembali jalanan berbatu itu.Ditengah jalan berpapasan dengan dua rekan guru yang mengajar di sekolah dusun Maroangin.
Mereka memberikan petunjuk untuk sampai ke sekolah dasar kelas jauh dari SDI Pattalassang yang kelas induknya di Maroangin.Untuk sampai katanya di kelas jauhnya jangan lewat jalanan pengerasan tapi belok kanan yang berupa jalanan tanah.
Memang tujuan sebenarnya kami ke sekolah yang merupakan pimpinan dari dua rekan guru tadi sekaligus teman bersama main bulu tangkis di kampung kediaman kami.Kebetulan dia punya lapangan bulu tangkis di belakang rumahnya.
Ketika menjumpai pertigaan lagi,saya pun berbelok kanan dan menyusuri jalanan becek.Baru sekitar dua kilo menyusuri jalan ini,hujan deras kembali mengguyur.Terjebak dalam hutan tampa ada bangunan untuk ditempati bernaung.Akhirnya memilih berteduh di bawah pohon lebat.Rupanya daunan lebat ini tak dapat menghalangi hujan.
Mengambil jas hujan dari bawah sadel motor,tapi jas hujan model sepasang baju dan celana.Dipakai untuk memayungi tubuh.Sialnya hujan terlalu deras,celana pun mulai basah menyusul baju.Dalam kondisi kehujanan lewatlah seorang penduduk,kami pun bertanya lokasi sekolah itu.Jawabnya sudah dekat sembari mengucapkan kata-kata kasihan dengan kondisi kami yang basah.
Tak lupa berterima kasih,bergerak lagi ke tujuan,namun tiba-tiba angin bertiup sangat kencang dan pohon-pohon pun bergoyang-goyang ria semaput oleh murka bumi.Agak takut dengan kondisi itu,menemukan sebuah rumah penduduk,maka kami kembali berteduh.Ternyata ada jaringan telkom,indosat dan xl.Angin masih bertiup kencang dan kami pun sibuk mengigil ria.Sembari menunggu hujan dan angin reda,kami pun online.
Dalam penantian itu,datanglah seorang bapak dengan anaknya memanggul karung berisi ubi kayu.Mendapatkan keterangan bahwa sekolah yang dituju sudah sangat dekat.Maka kepalang basah nekad menerobos hujan.Benar di depan diketingian tampak bangunan sekolah dua ruangan.
Ternyata teman kepala sekolah ini lagi sibuk mengepel lantai ruangan yang berfungsi sebagai kamar dan tempat masak.Sambil mengigil meminta sarung,namun sarungnya cuma satu,yang lainnya ada di sekolah kelas induk.Dipinjamkan jaketnya dan menelpon guru honornya untuk dibawakan selimut dan sarung.Sembari ngopi-ngopi dan melihat ruangan kelasnya anak-anak belajar.Ternyata belum ada bantuan meja dari dinas pendidikan kabupaten.Meja yang terpakai sekarang adalah hasil kreasinya membeli papan dan membuatkannya meja panjang.Jadilah meja darurat.
Menurutnya lagi bahwa dusun ini katanya mulanya adalah wilayah kabupaten Bone.Pernah ada sekolah namun sudah hancur karena tak ada perhatian dari kabupaten Bone.Maka daerah itu diserahkan kepada kabupaten Barru.Oleh Barru dibuatkanlah sekolah.Lanjutnya lagi bahwa di lokasi sekolah induknya itu bermukim suku to karibo,orang yang rambut keriting,mirip orang papua.Sebab keunikannya itulah tim run away dari tv swasta trans meliput di daerah ini.Satu paket dengan suku balo.Asyik berbincang-bincang nongollah seorang cewek berjilbab memberi salam,membawa selimut,sarung dan kacang rebus.Muantapp eyyy,guru honor ini berperawakan mungil dan kami pun langsung akrab.Bercerita tentang asal-usul dan masa-masa sekolahnya.
Karena senja mulai menjelang,dia pun pamit dan berjanji akan bertemu besok pagi.Ets tak lupa minta nomor hpnya buat kalau ada musim buah,atau apa agar di hubungi dan kami pun akan segera ke tkp lagi.Maksudnya ke rumahnya.Teman kepala sekolah ini mengajak kami mandi di sebuah sumur yang dibuatnya sendiri.Dibawah kaki bukit yang hijau,dari situlah mengalir air jernih lagi segar.Suananya sangat asri dikelilingi oleh pohon-pohon yang hijau dan kabut pun mulai turun.Hanya teman kepala sekolah ini yang mandi,kami berdua hanya mengambil air wudhu persiapan magrib.
Malam menyapa,tak lama kemudian datang pelayan sekolahnya membawa tuak manis dalam beberapa botol aqua.Jadilah tuak manis berpadu dengan kacang rebus.Dan obrolan pun berlanjut karena bebera pemuda datang bergabung.
Larut dalam cerita teman saya tak dapat menahan kantuknya,entah karena hawa yang sangat dingin.Dia pun beranjak untuk tidur,saya pun menyusul.Bau wangi menyeruak ketika selimut dibentangkan.Telah di beri parfum tampaknya oleh gadis tadi.
Hawa sangat dingin,hanya kanre apia,desa dibwah lereng Bawakaraeng menurutku yang sebanding.Sampai-sampai kaki saya lipat rapat ke perut.Beberapa kali buang air kecil pengaruh dingin dan tuak manis,menurutku.
Keesokan harinya setelah shalat subuh dengan masih mengigil menyaksikan kerlap-kerlip lampu di kejauhan dari kota Bungoro dan mattampa di pangkep.Setelah agak terang tampaklah pulau-pulau yang masuk dalam kabupaten Pangkep.Meneropong dengan Canon,kelihatanlah pulau itu lebih besar dan jelas.
Untuk mengurangi katanya mengigil harus cepat mandi,saya pun beranjak ke sumur nan asri kemarin.Kabut masih kentara di bawah dari bukit yang kami tempati.Mengguyur badan,dan weh segarnya air pegunungan langsung dari sela-sela akar pohon.Badan terasa segar langsung sarapan pagi. Tak lama bermunculan anak-anak sekolah dengan seragam merah putih yang kebanyakan sudah pudar warnanya.Kemungkinan besar baju seragam itu dipakai ke sawah,ladang dan bermain-main.Sempat heran karena anak ini kurang mengerti bahasa Bugis dan Makassar.Mereka ternyata punya bahasa tersendiri.Bahasa bentong,bahasa manu-manu istilahnya.Namun mereka cukup paham berkomunikasi memakai bahasa Indonesia.
Sebelum pamit,kami sempatkan berfose dengan kepala sekolah dan gadis guru honor ini,sekalian dengan siswa-siswanya yang seragamnya pada lusuh.Kabut masih tersisa dan gerimis menandai berakhirnya satu malam kami di Rumpiae,Maroangin.Kembali ke lokasi SMP tempat kami mengajar,dan tentunya oleh-oleh kacang rebus dan sisa tuak.

Published with Blogger-droid v1.7.4