Sunday, June 22, 2014

Dengen-Dengen dusun di kaki bukit Marenong

Tanah yang masih becek di guyur hujan deras tak menyurutkan langkah kaki ini menuju target selanjutnya.Masih dengan rekan yang sama motor pun melaju ke sebelah barat ke sebuah dusun terpencil di kaki bukit.Membelah jalanan berlumpur tak menyiutkan nyali untuk bisa menaklukkan sasaran berikutnya.Beberapa kali motor harus terpeleset seakan sudah menjadi hal yang lumrah.Medan yang telah kami tempuh memang susana jalannya hampir sama.Tak ada yang mulus dan disinilah memang seninya dan tantangannya.Ban berputar-putar tanda tak mampu mendaki mengisyaratkan untuk ganti ban biasa menjadi ban pacul jika masih ingin terus berpetualang di jalan berlumpur dan berbatu.
Setelah bergulat dengan beberapa tanjakan berlumpur dan berbatu sampailah kami di dusun Landangnge dusun pembuka sebelum sampai di dusun tujuan.Kondisi jalanan di dusun ini semakin parah.Jika pada perjalanan sebelumnya biasanya motor dituntun sembari memasukkan gigi 1 untuk memudahkan mendaki maka disini berbeda.Motor tak bisa bergerak naik walaupun sudah dibantu dengan dorongan namun masih terus berputar-putar.Kondisi jalanan mendaki dan berfungsi sekaligus saluran air menjadikan jalanan ini semakin sulit dilalui.Dengan susah payah dan berkeringat di sore yang dingin itu motor itu pun berhasil mendaki walaupun ban belakang memble ke kiri dan ke kanan.Cukup menguras tenaga.Beberapa tantangan dilalui.Bertanya pada warga kampung untuk memastikan seberapa jauh lagi perjalanan kami.Butuh waktu setengah jam untuk sampai kesana.
Tantangan selanjutnya adalah penurunan berliku.Bersyukur karna jalan sudah dilebarkan.Beberapa kali hampir terjatuh karna penurunannya teramat curam dan batu jalanan masih licin.Menjelang magrib kami pun mendapati rumah pertama sebelum masjid di dusun itu.Untuk sampai Rumah yang kami tuju yakni anaknya kepala dusun itu harus melewati sungai kecil dan dangkal.Maka jadilah sungai ini jadi tempat cuci motor yang berlepotan lumpur seluruh bodi dan bannya.Jadilah kami bermalam sesuai dengan niat kami semula.Terasa sangat dingin.Wajar dusun ini di kelilingi pegunungan.Tak salah ini menjadi markas para gerombolan yang kita kenal dengan DII-TII dulu dibawah pimpinan Kahar Mudzakkar.
menurut cerita kepala dusun yang datang malam itu dusun ini menjadi tempat gerombolan dan penduduk dari wilayah pangkep yang mengungsi karena takut dengan pendudukan Belanda kala itu.Tak heran jika penduduk dusun ini memiliki kerabat di daerah Segeri dan sekitarnya di kabupaten Pangkep.Antara Kabupaten Barru dengan Pangkep ini hanya dipisahkan oleh pegunungan.Kebanyakan para warga ini berbelanja dan menjual hasil buminya di kabupaten Pangkep.Gula merah merupakan komoditas yang sering di jual ke daerah Pangkep. Akses jalan yang hanya bisa dilalui oleh sepeda motor tak mengurungkan niat para warga dusun ini untuk memenuhi kebutuhannya di Segeri Pangkep.Jarak yang dekat bila dibandingkan ke pekkae atau ke barru kota menjadi pertimbangan utama.Terlintas pikiran untuk melanjutkan perjalanan keliling menembus Pangkep terus ke Mangguliling tempat mandi-mandi yang kemudian terkenal.Sungai yang dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit ini kemudian diserbu oleh masyarakat bahkan ada yang dari luar Sulawesi.Menurut warga air sungai ini mengandung belerang dan sekaligus ada unsur-unsur magis yang mengikutinya.Ini menjadi berkah bagi penduduk sekitarnya.Menurut pak kepala dusun Santuo harga-harga dan tarif disana menjadi berlipat-lipat harganya.Para tukang ojek pun berdatangan dari berbagai daerah untuk mengais rezeki di tempat ini. Tak heran jika beberapa warga dusun Dengen-dengen ini kemudian menjadi tukang ojek dadakan.
Hawa terasa menusuk ketika harus memutuskan menyudahi obrolan ringan malam itu.Hujan cukup deras di malam itu menambah rasa khawatir untuk bisa pulang besoknya.Pastinya jalanan akan teramat licin.Namun biarlah apa boleh buat ini adalah konsekuensi dari sebuah perjalanan.Makin besar tantangan yang dihadapi akan membuat kita semakin penasaran.

Terasa segar ketika memutuskan mandi di pagi hari itu sebelum ke sekolah dasar terpencil yang ada di tempat ini.Lokasi sekolah yang berada di sedikit ketinggian agak jelas terlihat dari rumah kami menginap.Untuk membuktikan bahwa kami telah sampai di tempat ini maka foto-foto adalah hal wajib dilakukan.Sekolah saat itu sepi karena memang proses ulangan semester telah berlalu,hanya ada beberapa siswa dan dua guru yang datang pagi itu.Mengobrol sejenak kemudian memutuskan pulang dan motor pun melaju di atas jalanan dusun becek berlumpur.Sepertinya yang kami khawatirkan jalanan pun lebih licin.
Untuk pergi dan pulang dari dusun ini sama susahnya jika musim hujan.namun jika kemarau agak mendingan karna jalan tak licin.Sangat wajar rekan-rekan seprofesi guru SD di dusun ini mendapatkan tunjangan terpencil sebesar gaji pokok.Lanjutkan perjuangannya mendidik generasi walau berada di balik pegunungan yang tak terekspos.Kiranya muncul generasi cerdas dari dusun terpencil ini  yang kelak akan mengubah wajah dusun ini menjadi lebih baik dari sekarang.Dari kaki bukit Marenong secuil kisah perjalanan ini saya coba rangkai dalam sebuah tulisan sederhana.

No comments:

Post a Comment