Friday, May 20, 2016

Cubit-cubitan oh...prodeo

Cubit-cubitan...eh...cubit prodeo...

Kenapa kemudian ramai nian orang berceloteh di medsos tentang lagu lama "cubit-cubitan." ternyata efek lagu lawas ini kemudian di gandrungi oleh para penggiat medsos jaman sekarang.Saban hari makin ramai saja.

Bukan tanpa sebab,pengaruh cubit-cubitan pun akhirnya mendamparkan seseorang pada hotel prodeo. Uniknya pelaku adalah teman se profesi kami. Yang lagi jadi trending topik.

Membandingkan guru jaman dulu dengan jaman sekarang pastilah beda jauh. Kini ketika setitik kesejahteraan mulai sedikit berpihak pada guru namun sisi lain sepertinya dikebiri dalam otoritas mendidik. Guru masa lalu merupakan patokan dalam hidup bermasyarat nilai minusnya kadang kala penghasilan tak mencukupi buat sebulan.Seperti pameo jaman dulu guru identik dengan 3 L. Apa itu ? Lure-lure dan lelu. Artinya guru dulu hanya mampu membeli ikan teri dan ikan kering lainnya yang murah. Dan terkadang membuat sambal terasi campur ikan kering yang telah ditumbuk halus.

Guru dulu mungkin menderita dari kaca mata ekonomi sekarang. Di lain sisinya jangan remehkan hasil didikan mereka. Belum ada undang-undang perlindungan anak saat itu. Para siswa pun takut dan segan. Hukuman fisik tak ayal diberikan untuk mereka yang bandel. Toh mereka menjalaninya dengan baik. Cubitan dianggap biasa malahan menjadi pelecut mereka untuk cepat mengerti pelajaran.

Saya ambil contoh,menurut mereka yang telah di ajar oleh orang tua kami. Khususnya ibu,beberapa orang yang saya jumpai dan sempat di ajar mengatakan ibu saya orangnya galak. Jika membandel dan tak paham pelajaran ketika berulang kali di terangkan akan berbuah cubitan di pangkal paha.Dan itu di berbagai sekolah yang pernah ditempatkannya sebagai guru bantu sebelum akhirnya di angkat jadi kasek sekolah dasar.

Hasilnya mereka tak melupakan setiap cubitan itu. Dan selalu mengingatnya jika ketemu dengan ibu. Beberapa telah berhasil dan berkiprah di rantau. Malahan mereka dengan santunnya mengatakan keberhasilan mereka karna kiprah beliau yang sering mencubit sebagai motivasi untuk pintar. Jangankan orang lain,ketika saya di bangku SD pun kerap mendapatkan jatah cubitan jika bertingkah macam-macam. Konsukuensinya ya alhamdulillah saya jadi "orang" sekarang.

Di masa pensiunnya pun dia kerap melanglang buana ke seantero nusantara karena panggilan dari siswa-siswanya yang telah sukses. Mulai dari tiket sampai pada uang saku.Mereka tak melupakan cubitan itu dan membalasnya dengan cubitan lain versi orang sukses.

Sekarang para profesi pun terkadang seperti kacang lupa pada kulitnya. Seakan mereka tak pernah lewat bangku sekolah yang dihadapannya berdiri seorang guru.

Fakta di guru Bantaeng bisa menggambarkan bahwa guru harus mawas diri sekarang. Niat baik memberi hukuman tak selamanya mendapat apresiasi malah sebaliknya. Tak dapat dipungkiri ada oknum guru yang mungkin berlebihan memberi hukuman tapi itu tak dapat kita generalisir semua guru itu sama.

Ketika pendidikan karakter tetap berjalan namun kelakuan siswa semakin menjadi-jadi maka tengoklah undang-undang perlindungan anak sebagai salah satu biang keroknya. Lalu dimana perlindungan guru.Harusnya lebih berimbangnya ada juga undang-undang perlindungan guru yang greget dan tak sekedar dalil teori namun perlu pembuktian. Lebih mumpuni lagi di sokong oleh lembaga super power dari komunitas para guru di negeri ini.
Tabe...salamakki.

No comments:

Post a Comment